
Melihat ada tim ASRI sedang menunggu di rumah untuk memantau kondisi kambingnya, air muka Nek Rosmah (74) yang baru pulang dari lako (penyebutan untuk sawah dalam bahasa Melayu Ketapang) yang sebelumnya terlihat lelah berubah tersenyum, lalu menyapa. Mengatakan dia baru pulang dari sawah dan melihat semaian padinya digerogoti tikus.
Di usianya sekarang, janda lansia ini masih tampak masih giat beraktivitas. Usai membersihkan badannya, Nek Rosmah menghampiri lagi Koordinator Kambing Untuk Janda, Setiawati untuk berbincang tentang perkembangan kambing-kambingnya.
“Kambing saya yang jantan lagi sakit perut,” keluhnya. Nek Rosmah pun mengajak Setiawati melihat kondisi kambingnya yang sakit di kandang yang berjarak 50-an meter di belakang rumahnya. Kandang itu berukuran 3 x 6 meter, berjarak 1 meter dari tanah dan disekat menjadi beberapa ruang. Di sana ada 8 kambing, yang terdiri dari 7 betina dan 1 pejantan. Setelah melihat kondisi kambing Nek Rosmah, Setiawati pun memberitahu cara menanganinya.
Pukul 11 siang adalah jadwal Nek Rosmah mengeluarkan kambing-kambingnya untuk merumput. Satu persatu kambing diberi tali, lalu turun dari kandang. Lalu semuanya digiring menuju lahan yang dipenuhi rumput hijau yang berjarak sekitar 100 meter dari kandang. Kemudian tali-tali itu ditambat pada pohon.
Membiarkan kambing ini merumput sendiri menurut Nek Rosmah jauh lebih mudah daripada harus menyediakannya di kandang. Terlebih lagi, ia sudah cukup berumur untuk mengarit rumput dan mengangkutnya ke kandang. “Tapi talinya harus tetap ditambat, biar ndak lari jauh-jauh. Biar saya juga tenang balik ke rumah,” katanya.
Setelahnya, Nek Rosmah bisa bersantai atau melakukan pekerjaan lain. Baru nanti sebelum malam tiba, kambing-kambing ini sudah harus dituntun kembali ke dalam kandang. Di bawah kandang juga harus dibakar sekam padi, untuk mengasapi kambing agar tidak diganggu nyamuk dan lalat. “Kalau tidak diasapi, nanti malam-malam mereka bakal mengembik, karena diganggu nyamuk atau lalat,” ucapnya.
Meski masih terlihat giat beraktivitas, di usianya sekarang tentu banyak aktivitas yang tak lagi dapat dilakukannya seperti waktu muda dulu. Memelihara kambing-kambing ini adalah salah satu aktivitas yang disenanginya, sekaligus menghasilkan sumber ekonomi.
Program Kambing Untuk Janda (Goat For Widows) yang diluncurkan sejak tahun 2009 memang dimaksudkan sebagai upaya pemberdayaan janda yang dinilai sebagai kelompok rentan karena memiliki keterbatasan akses ekonomi. Satu orang janda diserahi 1 ekor kambing betina, dan jika sudah bisa dikawinkan, juga akan dipinjami 1 jantan. Saat sudah beranak pinak, wajib menyerahkan 1 ekor anak kambingnya kepada janda lain. Nek Rosmah ikut program ini pada 2011. Ia mendapat anak kambing dari orang pertama di Dusun Melinsum yang menjadi peserta program ini.
Peserta program ini juga diberi keterampilan dasar memelihara dan membiakkan kambing. Serta secara rutin mendapat kunjungan untuk memantau kondisi kambing-kambingnya. Skema inilah yang membantu Nek Rosmah mengembangbiakkan hingga total 20-an kambing, dan sekarang tersisa 8 kambing. Skema inilah yang membuat program ini berkelanjutan dan dapat membantu banyak janda. Total kini ada 108 janda yang aktif dalam program ini dengan 309 individu kambing.
“Kambing ini pernah saya gunakan untuk aqiqah. Ada beberapa juga yang saya potong dan saya jual. Totalnya semua ada 20-an ekor,” ujarnya. ASRI berharap melalui penyerahan kambing kepada janda, dapat menciptakan kemandirian ekonomi bagi kelompok rentan. Kambing ini seperti jaring pengaman saat padi di sawah milik Nek Rosmah sedang puso dan tak ada lagi pekerjaan yang dapat dilakukannya.
Program ini juga diharapkan dapat menghentikan upaya alih fungsi hutan menjadi lahan pertanian. Karena dengan menjadikan kotoran kambing sebagai pupuk yang dapat menyuburkan tanah, bisa menjaga produktivitas dan kelangsungan pertanian di lahan yang sudah tersedia.