
Tergiur oleh bayangan besarnya pendapatan dari menebang kayu bengkirai di hutan dekat rumahnya, Pak Asnadi yang pada tahun 1988 masih berusia 12 tahun pun mantap menjadi penebang. Itulah pekerjaan yang dilakoninya sampai 34 tahun kemudian.
Pak Asnadi tidak ingat berapa pohon yang sudah ditebangnya. Namun rata-ratanya 3 pohon perminggu diolah menjadi balok. Dia mencoba mengingat-ingat 3 jenis pohon yang paling sering ditebang. “Bengkirai, kruing, dan belian,” katanya.
Waktu sepanjang itu cukup untuk Pak Asnadi merasakan suka duka pekerjaan ini. “Kalau namanya kita kerja kayu ini, resiko memang banyak. Mulai dari masuk-masuk hutan. Kadang-kadang kita terkena rantai senso. Juga tertimpa kayu. Jadi penderitaan kerja kayu itu luar biasa sebenarnya,” ucapnya.
Berbanding dengan tantangan dan resiko pekerjaan ini, Pak Asnadi mengatakan hasil yang didapatkan dari menebang kayu terbilang cukup besar, berkisar antara 5-6 juta perbulan. Namun itu adalah penghasilan kotornya, masih harus dipotong ongkos bahan bakar, perawatan mesin senso, logistik, dan tenaga-tenaga lain yang dibutuhkan untuk membantu mengangkut kayu dari lokasi penebangan ke tempat penumpukan kayu, sebelum dijemput oleh penampung.
Selain itu jika sudah masuk hutan sebagai penebang, Asnadi mengatakan ia tak bisa lagi melakukan pekerjaan lain. Sementara orang lain yang tidak masuk hutan, mengurus kebun. Ketika Pak Asnadi memutuskan untuk berhenti menebang, ia sedikit iri dengan orang yang sudah bisa menikmati hasil dari kebunnya.
“Dulu kita masuk hutan, orang berkebun. Sekarang orang sudah menikmati hasil kebunnya, kita baru mulai. Apa tidak terlambat itu?” katanya. Untungnya sebelum benar-benar berhenti menjadi penebang dan mulai berkebun, ia sudah punya toko kelontong yang mampu sedikit membantu menopang ekonomi keluarganya.
Pak Asnadi pun memutuskan untuk ikut Chainsaw Buyback, program kerjasama antara Yayasan Alam Sehat Lestari (ASRI) dan Balai Taman Nasional Gunung Palung sebagai upaya melindungi ekosistem hutan dengan memberikan alternatif akses ekonomi yang lebih ramah terhadap kelestarian hutan bagi mantan penebang. Setelah menyerahkan senso miliknya, mantan penebang pun mendapatkan uang pengganti dan modal untuk memulai usaha. ASRI pun datang ke tempat tinggalnya di Dusun Cali, Desa Pangkalan Teluk, Kecamatan Nanga Tayap, Ketapang.
Sebelum pengambilan senso dan penandatanganan kesepakatan kerjasama antara ASRI dan Pak Asnadi, Koordinator Chainsaw Buyback, Agus Novianto pun bertanya tentang alasannya ingin berhenti menebang dan beralih mata pencaharian. “Sekarang sudah banyak contoh bencana sebagai dampak buruk dari penebangan hutan. Orang jauh saja buang duit untuk menyelamatkan kita di sini. Kalau tidak sadar, tidak berubah, dan hutan tidak dijaga, bisa bahaya, hancur dunia,” jawab Pak Asnadi.
Pak Asnadi menjadi penebang aktif ke-79 yang menyerahkan chainsaw dan menjadi mitra chainsaw buyback ke-248. Setelah menyerahkan sensonya, uang pengganti senso yang ditarik dan modal usaha akan dialokasikan Pak Asnadi untuk memperbesar warung kelontong dan menggarap kebun sayurnya.
Sebagai ganti penyerahan chainsaw ini, Pak Asnadi mendapatkan 10 juta rupiah dalam bentuk modal usaha. Uang tersebut pun langsung dibelanjakan kebutuhan usahanya, dengan ditemani oleh Koordinator Chainsaw Buyback, Agus Novianto. “Setelah menukar senso ini, sebagian uangnya untuk saya membesarkan warung. Mumpung tanah di sini subur, saya juga akan berkebun sayur, sambil melanjutkan menggarap sawah,” katanya.
Pak Asnadi mengatakan, pendapatan kotor dari warung kelontongnya bisa mencapai 7 - 8 juta perbulan. Ia harap dengan membesarkan warungnya dengan modal dari menukar sinso, pendapatan dari warung kelontongnya juga meningkat. Sementara kebun sayurnya memang memang masih baru dimulai. Hasil panennya pun belum dijual dan hanya diberikan cuma-cuma ke tetangga-tetangga daripada dijual.
“Memang kebun itu kalau dihitung hasilnya perhari, pendapatannya jauh lebih kecil dari menebang. Tapi berkelanjutan. Dibanding dengan menebang yang pendapatannya terlihat besar, tapi setelah dipotong dengan ongkos ini itu, hasilnya juga tidak signifikan,” ucapnya.
Sebelum menjadi mitra Chainsaw Buyback, ia memahami betul bahwa salah satu kesepakatan dalam perjanjian bersama ASRI adalah berhenti menebang dan aktivitas lainnya yang mengancam kelestarian ekosistem hutan. Ia menyanggupi itu, dan bahkan mengungkapkan niatnya terlibat langsung bersama ASRI untuk membantu masyarakat yang masih menebang untuk beralih mata pencaharian. “Sejauh ini selain saya sudah ada 4 orang yang tertarik untuk ikut tukar senso ini. Harapannya setelah senso saya diambil, senso teman-teman juga segera diambil,” ucapnya.
Ia ingin menjadi contoh bagi masyarakat di sekitar tempat tinggalnya untuk peduli akan kelestarian hutan, dimulai dengan berhenti menebang dan menjalani aktivitas baru dengan modal dari ASRI hasil menukar sensonya. Pak Asnadi pun berharap, apa yang dilakukannya dapat menjauhkan segala bencana yang dapat timbul akibat rusaknya hutan.