Oleh Aris Munandar
18 November 2022
Melestarikan Penyangga Kehidupan, Membuat Ladang Kembali Menjadi Hutan

Desa Nusa Poring dan Desa Mawang Mentatai yang berada di wilayah administratif Kecamatan Menukung, Kabupaten Melawi adalah 2 dari 24 desa penyangga yang dimiliki Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya. Di 2 desa inilah Yayasan Alam Sehat Lestari (ASRI) menjalankan program replikasi pertamanya. 

 

Desa penyangga sendiri adalah pemukiman yang berada di daerah penyangga kawasan konservasi. Ia berada di daerah penyangga yang berada di luar kawasan konservasi yang diperlukan dan mampu menjaga keutuhan suaka alam dan kawasan pelestarian alam. 

 

Zona ini memiliki fungsi penting sebagai benteng penjaga kawasan hutan dari segala bentuk tekanan dan gangguan akibat singgungannya dengan aktivitas manusia, yang dapat mengakibatkan rusaknya ekosistem hutan. Ketika hutan tak dapat menjalankan fungsinya dengan baik, masyarakat sekitar hutan adalah yang pertama merasakan dampaknya.

 

Dampak itu seperti kekeringan di musim kemarau dan banjir saat musim hujan akibat hutan kehilangan fungsinya sebagai pengatur siklus hidrologis. Belum lagi potensi penyebaran zoonosis atau penyakit yang ditularkan hewan ke manusia, serta dampak-dampak lain yang berpengaruh pada menurunnya kualitas hidup masyarakat di kawasan penyangga hutan.

 

Melihat pentingnya kawasan penyangga ini untuk kelestarian hutan, sekaligus mencari bentuk interaksi yang lebih ramah antara aktivitas ekonomi manusia dan kelestarian hutan, ASRI pun menjalankan program reforestasi di 2 desa penyangga ini sejak 2020 lalu untuk mengembalikan lahan kritis akibat penebangan, serta alih fungsi hutan menjadi ladang pertanian, menjadi hutan kembali. ASRI menyebutnya dengan program Garden to Forest.

 

Pendekatan yang digunakan ASRI dalam program reboisasi ini adalah keterlibatan masyarakat di dalam upaya reboisasi ini yang didasari oleh kesadaran akan pentingnya keberadaan hutan bagi kualitas hidup mereka. Keterlibatan ini dapat dilihat mulai dari penyerahan lahan pertanian oleh masyarakat untuk reboisasi, proses penanaman, hingga upaya bersama masyarakat menjaga keberlangsungan hidup pohon-pohon yang ditanam. 

 

Sejak program ini digagas, ASRI berkeinginan agar program ini tak hanya bermanfaat secara ekologis, tetapi juga memperhatikan kepentingan ekonomi masyarakat. Guna menjembatani antara upaya mengkonversi lahan kritis menjaga hutan kembali dan perekonomian masyarakat,, sistem agroforestri atau yang juga sering disebut dengan wanatani pun dipilih dalam program reboisasi ini. 

 

“Saat lahan kembali menjadi hutan, masyarakat tetap tak kehilangan sumber ekonomi mereka. Hasil pohon kayu keras nantinya bisa digunakan untuk bahan bangunan untuk pribadi dan keluarga, tanpa menebang pohon ke hutan. Kemudian bibit buah jika sudah berbuah nanti bisa menambah pendapatan masyarakat dengan menjual hasilnya,” ucap Koordinator Konservasi, Program Replikasi ASRI-Bukit Baka Bukit Raya, Darbin Simatupang.

 

Penerapan sistem agroforestri di program replikasi ASRI-Bukit Baka Bukit Raya ini dengan perbandingan 70 persen bibit buah, serta  30 persen bibit kayu keras yang terdiri dari pohon terancam punah pohon khas Kalimantan. Bibit yang digunakan untuk penanaman ini didapatkan ASRI dari masyarakat sebagai pembayaran biaya berobat non-tunai.

 

Sejak pembayaran berobat dengan bibit pohon ini dijalankan di tahun 2019, sudah terkumpul sebanyak 37 ribu batang bibit yang sebagian sudah ditanam di lahan-lahan yang menjadi lokasi reboisasi. Sisanya berada di persemaian dan akan menunggu giliran untuk mengisi lahan-lahan reboisasi.

 

Tahapan Reboisasi

Sebelum pohon-pohon ini mengubah lahan kritis di sekitar daerah penyangga menjadi hutan kembali, garden to forest ini dimulai dengan bertemu dan mensosialisasikan program ini kepada masyarakat dengan mendatangi setiap dusun. Kemudian mendatangi warga yang berkeinginan menyerahkan lahannya untuk menjelaskan ketentuan masyarakat yang ingin menyerahkan lahannya untuk ditanami.

 

Ketentuan itu seperti pemilik lahan yang tidak boleh menggarap lahan yang sudah ditanami menjadi ladang terbuka kembali, tidak melakukan aktivitas yang berpotensi merusak lingkungan dan ekosistem hutan, dan tidak memperjualbelikan kayu keras hasil penanaman dan hanya digunakan untuk keperluan pribadi. Adapun terkait dengan status lahan yang diserahkan untuk penanaman akan tetap menjadi milik dari pemilik lahan. Jika beberapa ketentuan itu disepakati, dilakukan penandatanganan kesepakatan konservasi penanaman lahan.

 

Selanjutnya adalah pembersihan lahan sebelum penanaman. Dilanjutkan dengan melansir bibit-bibit pohon sesuai dengan jumlah lahan yang akan ditanami. “Proses penanaman dan perawatan ini menjadi tanggungjawab bersama antara ASRI dan pemilik lahan. Sebagaimana juga bentuk tanggungjawab bersama untuk menjaga kawasan penyangga ini,” katanya.

 

Pak Kiat adalah satu di antara warga yang ikut serta menyerahkan lahannya untuk program ini. “Dulunya lahan itu saya tanami padi,” kata pria berusia 70-an tahun sembari menunjuk lahan berukuran 1 hektar yang kini sudah berbaris rapi bibit-bibit pohon yang sudah sejak 1 tahun lalu ditanam. Sementara sebagian dari lahan itu masih ditanami padi.

Pak Kiat ingat pada tahun lalu, ia didatangi oleh staf ASRI yang menjelaskan program garden to forest ini. Usai mendengarkan penjelasan tentang manfaat program ini dari sisi ekonomi dan lingkungan, ia pun berkeinginan untuk berpartisipasi dan menyerahkan lahannya di Dusun Nusa Poring, Desa Nusa Poring untuk ditanami. 

 

“Kalau pohon-pohon ini tumbuh, manfaatnya untuk siapa? Ya untuk diri sendiri kan. Kita dapat uang untuk memelihara pohon-pohon ini sampai besar. Buahnya nanti bisa di jual. Jadi saya ikut menyerahkan lahan,” ucap Pak Kiat.

 

Selain menyadari keuntungan ekonominya, Pak Kiat pun menyadari bahwa mempertahankan keberadaan kawasan penyangga itu sangat penting untuk mempertahankan kelestarian hutan. Apalagi melihat banjir kian sering terjadi dan sungai semakin dangkal dan keruh, pertanda hutan sudah mulai terdesak. “Saya serahkan lahan ini untuk program, biar anak cucu nanti masih bisa melihat hutan,” ucapnya.

 

Garden to forest ini telah dijalankan ASRI di Program Replikasi Bukit Baka Bukit Raya sejak 2020 atas kerjasama dengan Balai Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya dan dukungan pendanaan oleh Tropical Forest Conservation Act (TFCA) Kalimantan. Program ini telah berhasil mengubah kebun di sekitar kawasan penyangga Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya menjadi hutan kembali sebanyak 12 hektar dan menanam sejumlah 7.125 batang bibit yang terdiri dari jenis bibit pohon terancam punah, bibit pohon asli Kalimantan, dan bibit pohon buah.

 

Kiat dan masyarakat yang tinggal di desa-desa penyangga Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya berharap bahwa keikutsertaan mereka dalam membantu melestarikan hutan dengan program ini dapat meningkatkan kualitas hidup mereka dengan menghindarkan dari bencana, menciptakan sumber pangan, dan sekaligus menjadi warisan kekayaan dan pengetahuan untuk generasi-generasi selanjutnya.