Oleh Nadya Ajlina
29 September 2023
Mengenal Suku Dayak Uud Danum, Penjaga Alam di Kaki Bukit Raya

Melalui Jalur Udara, Darat hingga Air Menuju Kaki Bukit Raya

Kalau kamu hobi mendaki, pasti sudah tau kalau Bukit Raya di Kalimantan adalah satu dari rangkaian 7 puncak tertinggi di Indonesia (7 Summits of Indonesia). Ketinggiannya mencapai 2.278 mdpl. Di antara 6 puncak lainnya, Bukit Raya menjadi yang paling jarang didaki karena perjalanan yang harus dilewati untuk ke titik awal pendakian sangatlah panjang dan memerlukan biaya yang besar. Di kaki Bukit Raya bagian Kalimantan Baratlah suku Dayak Uud Danum yang bermigrasi dari Kalimantan Tengah berdiam di Desa Nanga Jelundung dan Rantau Malam yang hidup berdampingan di hulu sungai Serawai. 

 

Pada bulan Agustus tahun ini, kami melalui perjalanan panjang tersebut untuk bertemu dan mempelajari kehidupan masyarakat suku Dayak Uud Danum di kaki Bukit Raya, kawasan Kalimantan Barat. Kami menggunakan segala mode transportasi untuk menuju ke sana: udara, darat dan air. Dari Sukadana, lokasi kantor ASRI, kami melakukan perjalanan darat ke bandara Ketapang. Dari sana, kami melakukan penerbangan ke bandara Supadio, Pontianak. Setelah itu, kami harus berganti pesawat baling-baling tipe ATR-72 untuk terbang ke bandara kecil Tebelian, Sintang. Oh iya, pesawat baling-baling ini hanya terbang tiga kali dalam seminggu. Jadi kalau kami terbang di hari yang tidak tepat, perjalanan kami bisa jadi tertunda beberapa hari. Eits, jangan berpikir perjalanan sudah usai sampai di situ. Selanjutnya, kami harus melewati perjalanan darat dari bandara menuju Nanga Pinoh, kabupaten Melawi. Dari sini lah perjalanan air dimulai!

 

 

Kami menaiki speedboat mengarungi sungai Melawi menuju Sungai Serawai. Kalau belum terbiasa, siapa pun bisa tersiksa menahan mabuk selama sekitar 4 jam. Setelah sampai di Serawai, kami berpindah menggunakan perahu klotok yang tak beratap. Kami harus bersiap tanning kalau cuaca sedang teriknya, atau siap-siap melindungi diri dari hujan kalau cuaca sedang buruk. Perjalanan dari Serawai ke Rantau Malam menggunakan klotok sangat tergantung pada debit air sungai. Kalau sedang kemarau, klotok akan sering tersangkut karena air yang rendah hingga penumpang harus turun dan ikut mendorongnya. Kalau sedang normal, perjalanan hingga Rantau Malam bisa ditempuh selama 4 hingga 5 jam. Kami akhirnya sampai di Desa Nanga Jelundung & Rantau Malam, bagian hulu sungai Serawai setelah melalui dua hari perjalanan.

 

Suku Dayak Uud Danum, Penjaga Alam di Kaki Bukit Raya

 

Suku dayak Uud Danum/Ot Danum yang tinggal di hulu Sungai Serawai di kaki Bukit Raya adalah keturunan dari suku dayak yang berasal dari hulu sungai Kapuas, Kalimantan Tengah. Uud/Ot berarti "orang" atau "hulu", sedangkan Danum berarti "air". Uud Danum berarti "orang air" atau "orang yang hidup di hulu sungai”. Di kaki Bukit Raya, suku dayak Uud Danum mendiami dua desa di hulu sungai Serawai: Nanga Jelundung dan Rantau Malam. Sebagian besar dari mereka beraktivitas bercocok tanam padi dan sayur di kebun dan ladang untuk memenuhi kebutuhan konsumsi sehari-hari. Selain itu, ada pula warga yang membuka usaha warung, menyewakan jasa penginapan & porter untuk para pendaki, membuat kerajinan rotan, dan beternak lebah madu kelulut.

 

Sebagian besar aktivitas yang mereka lakukan masih sangat dekat dengan alam. Sungai menjadi pusat aktivitas di kedua desa dan tidak pernah sepi. Di pagi hari, dari anak-anak hingga orang tua memulai aktivitas di sungai. Mereka mandi, mencuci, atau mempersiapkan perahu untuk bepergian. Di siang hari, anak-anak menghabiskan waktu berenang dan belajar mengayuh perahu. Sementara di malam hari, mereka memasang jala dan menombak ikan untuk dibawa pulang dan dimasak di rumah. Air sungai Serawai yang jernih juga mereka gunakan untuk minum dan memasak. Sungai Serawai bagaikan nadi kehidupan suku Dayak Uud Danum di kedua desa.

 

 

Selain banyak menghabiskan waktu di sungai, mereka juga banyak menghabiskan waktu di hutan. Lahan padi dan ladang sayur yang mereka tanami berlokasi di hutan sekitar desa. Mereka juga masuk ke hutan untuk berburu hewan, mencari kayu, berburu rotan untuk perabotan rumah, dan tanaman-tanaman yang bisa dikonsumsi atau di dijadikan obat. Bagi mereka, hutan sudah seperti rumah tempat mereka melakukan banyak aktivitas. Tidak jarang juga mereka bermalam untuk berburu atau mencari tanaman tertentu.

 

“Udah nggak ada takut lagi di dalam hutan. Kan tempat cari lauk, tempat tidur. Kadang cuma was-was aja sama pohon tumbang,” ujar pak Jakat sambil mengaduk ikan hasil tangkapannya di sungai. Ia biasa menyelam dan menombak ikan di sungai tiap kali menjadi porter pendamping pendaki Bukit Raya dan memasaknya langsung di hutan.

 

Pak Jakat dan masyarakat Dayak Uud Danum lainnya di kaki Bukit Raya masih memegang erat dan mempraktikkan ajaran adat serta tradisi leluhur. Ajaran tersebut masih diajarkan secara lisan di lingkup keluarga. Organisasi pengurus adat juga masih melakukan penegakan hukum adat yang mengatur tata cara hidup mereka, termasuk bagaimana memperlakukan alam. Mereka memiliki larangan menebang pohon di zona tertentu dan larangan mencemari sungai yang menjadi nadi kehidupan mereka. Akan ada hukuman dan sanksi adat yang dikenakan apabila mereka melanggarnya.

 

 

“Hutan adalah napas bagi kami suku Dayak Uud Danum,” tegas Yustina, tokoh masyarakat di Desa Nanga Jelundung. Ia menekankan pentingnya penegakan hukum adat untuk menjaga kelestarian hutan dan sungai di kaki Bukit Raya.

 

Bentuk Terima Kasih ASRI untuk Penjaga Alam

 

Pada bulan Juli tahun 2023, ASRI hadir di Desa Rantau Malam dan Nanga Jelundung bersama dengan mitra utamanya, Balai Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya dan Dinas Kesehatan setempat. Selama dua bulan ini, kami mengenal Suku Dayak Uud Danum yang mendiami kedua desa di kaki Bukit Raya dan ingin berterima kasih pada mereka karena sudah menjaga alam melalui kearifan lokalnya selama ini.

“Jika masyarakat dunia ingin berterima kasih karena Bapak/Ibu menjaga hutan, apa bentuk terima kasih yang Anda butuhkan?”

 

Bermula dari pertanyaan itu, kami bermitra dengan kedua desa untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang membantu mereka agar selalu sehat & sejahtera hingga dapat terus menjaga kelestarian alam di tempat tinggal mereka. Kegiatan dan bantuan dihadirkan sesuai kebutuhan dan keinginan yang mereka sampaikan. Hingga saat ini, dokter, perawat dan tim medis kami telah beberapa kali memberikan pelayanan kesehatan dan membantu mereka menghemat waktu dan biaya demi pengobatan. Kami juga telah membagikan penyaring air minum, dan melakukan kegiatan pendidikan lingkungan di sekolah.

 

 

Tidak hanya melaksanakan kegiatan-kegiatan sebagai rasa terima kasih, kami turut belajar banyak sekali tentang bagaimana alam ini bekerja dari suku Dayak Uud Danum, para penjaganya. Tim riset ASRI bersama dengan Balai Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (BTNBBBR) mengajak Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) untuk berkenalan dengan suku Dayak Uud Danum dan mempelajari bagaimana mereka melakukan pengobatan memanfaatkan tanaman yang mereka temukan di alam.

 

Ingin turut berterima kasih pada Suku Dayak Uud Danum, para penyelamat hutan di kaki Bukit Raya? Dukung terus program-program ASRI mewujudkan masyarakat Dayak Uud Danum di Desa Nanga Jelundung & Rantau Malam yang sehat dan sejahtera hingga terus bisa menjaga alam di Kaki Bukit Raya. Nantikan cerita-cerita selanjutnya ya!