Oleh Aris Munandar
08 September 2023
Menikmati Pekerjaan yang Lebih Ramah Pada Kelestarian Hutan Setelah Berhenti Menebang

Niat Sunardi untuk berhenti dari pekerjaan lamanya sebagai logger sedikit digoyah. Ini karena ada orang yang datang ke rumahnya dengan membawa uang jutaan rupiah untuk memesan kayu darinya. Uang yang akan diserahkan kepada Sunardi itu rencananya akan menjadi pembayaran tahap pertama dari 300 balok kayu yang dipesan.

 

“Aku tu terkenal bisa menyelesaikan pesanan kayu balok dengan cepat dan hasilnya bagus. Jadi orang tu banyak percaya dengan aku. Kadang udah ngasih duit berjuta-juta padahal kayunya belum ada,” ujarnya.

 

Sunardi menolak uang dan pesanan kayu itu dengan alasan dia sudah berhenti menebang dan akan menyerahkan sinsonya kepada Yayasan Alam Sehat Lestari (ASRI) untuk mendapatkan modal guna memulai aktivitas ekonomi barunya yang lebih ramah pada kelestarian hutan. Setelah kunjungan orang yang memesan kayu, ia pun menghubungi Koordinator UMKM - Chainsaw Buyback ASRI, Agus Novianto untuk mempertanyakan kapan sinsonya akan diambil. Ia takut niatnya berhenti menjadi logger semakin goyah.

 

Beberapa hari kemudian, Staf ASRI bersama Polisi Hutan (Polhut) dari Balai Taman Nasional Gunung Palung dan Sahabat Hutan (Sahut) datang ke rumah Sunardi untuk mengambil sinso dan menandatangani dokumen perjanjian kerjasama, serta mengatur janji untuk bersama-sama berbelanja segala kebutuhan untuk pekerjaan barunya. Setelah itu, Sunardi resmi menjadi mitra program UMKM - Chainsaw Buyback dan menjadi sinso ke-272 yang diterima ASRI.

 

 

Sunardi lantas bercerita bagaimana awalnya ia menjadi penebang. Awalnya ia adalah perantauan dari Jawa yang merantau ke Pontianak. Saat itu ia bekerja sebagai pembudidaya sayur. Hingga suatu waktu ia ikut proyek pembuatan saluran pipa air bersih di Dusun Mentubang, Desa Harapan Mulia. Siapa yang mengira kalau di sanalah dia akan bertemu wanita yang kelak jadi istrinya dan juga jadi alasan ia menetap di sana.

 

“Tahun 1985 aku pindah ke Mentubang, kebetulan dapat jodoh di sini. Saat itu, keluarga istri memang banyak yang menjadi penebang di Matan. Jadi sejak itu aku ikut jadi penebang,” ucapnya.

 

Sembari tertawa, Sunardi mengenang masa ia tengah aktif-aktifnya menebang. Ia berpikir soal kecepatan dan ketangguhan mengoperasikan sinso, serta kerapian dalam meracik balok-balok kayu, sejauh ini belum ada yang menandinginya. “Tanya saja orang di sekitar sini. Kalau ASRI tak cepat mengambil sinso punyaku, mungkin bukit itu sudah gundul,” ucapnya sembari menunjuk bukit di depan rumahnya.

 

Ia kesulitan memastikan berapa batang pohon yang mampu ia tumbangkan dan diracik menjadi balok-balok kayu. Karena itu sangat tergantung pada diameter kayu yang ditumbangkan. Semakin besar kayu, semakin lama pengerjaannya. Namun untuk kayu dengan diameter kurang dari 1 meter, ia mengaku bisa menumbangkan 20 pohon perbulan. Pohon paket, nyatoh, dan ubah adalah jenis pohon yang paling banyak ditebangnya.

 

Sunardi mengakui kalau penghasilan dari menebang pohon ini sangat besar. Bahkan ia pernah pernah menghasilkan uang belasan juta hanya dalam 15 hari. “Karena itulah jadi tidak sempat terpikir dampak buruknya,” ujar bapak 4 anak ini.   

 

Pekerjaan dengan penghasilan besar ini jugalah yang mengantarkan Sunardi dan 2 temannya ke penjara. Nasib sial itu terjadi 2004 lalu dan dia dikenai hukuman 6 bulan penjara. “Waktu itu saya merasa ini tidak adil karena hanya penebang yang ditangkap, tapi bos-bosnya tidak ditangkap. Selain karena hasilnya besar dan belum tau mau kerja apa lagi, itu juga yang menjadi alasan saya dendam dan tidak jera menebang,” ujarnya.

 

Tapi kini Sunardi sudah tobat dari pekerjaan lamanya. Ia pun menyampaikan alasannya bahwa ia juga takut anak tengahnya mengikuti jejaknya. “Cukup aku yang masuk hutan jadi penebang, jangan sampai anakku juga. Kalau gunung-gunung di sini gundul, habislah kita,” katanya.

 

Penghasilan yang besar dari menebang sempat membuatnya kabur melihat dampak dari pekerjaannya. “Sekarang baru terasa dampaknya. Cuaca rasanya lebih panas. Musim kemarau, air bersih langsung susah,” tambahnya.

 

Kini ia mulai melakoni pekerjaan barunya sebagai pekebun dan meninggalkan sepenuhnya aktivitas menebang pohon di hutan. Ilmu saat berkebun di Pontianak  menjadi salah satu alasannya memutuskan buka kebun setelah berhenti menebang. 

 

ASRI berkesempatan mengunjungi kebunnya. Di kebun dengan lebar 12 meter dan panjang yang ia lupa ini, bedeng tanaman sudah selesai dicangkul dan siap ditanami. Jika di total, panjang bedeng yang sudah selesai dicangkul Sunardi ini lebih 1000 meter. Benih, pupuk, dan peralatan pendukung lainnya juga sudah dibelanjakan dari modal yang dipinjamkan ASRI. “Kemarin bersama Mas Agus saya belanja bibit, pupuk, mesin penebas rumput dan lain-lain. Sebagian lagi kebutuhan untuk berkebun sudah saya belanjakan. Jadi saya sudah benar-benar siap untuk beralih,” ujarnya. 

 

Tampak masih banyak bedeng yang belum ditanami. Di tengah obrolan di kebun Sunardi, juga tampak dari kejauhan istri dan anaknya sedang menabur benih jagung. Juga masih banyak benih cabai dan terong yang ada di persemaian yang juga akan dipindahkan ke bedeng. “Jauh lebih enak nyangkul daripada nebang. Perasaan lebih tenang,” ucapnya.

 

 

Untuk menjelaskan perasaan tenang yang dimaksudnya saat menjadi pekebun, ia pun membandingkan dengan saat ia masih menebang. Kata Sunardi, kalau nebang, ponsel harus selalu siap di kocek depan. Earphone juga melekat di telinga. Jadi kalau ada Polhut masuk kampung dan ingin mendatangi lokasinya menebang, teman yang ada di kampung bisa mengabari dan ia bisa sembunyi. Suasana kerja pun menjadi selalu gelisah dan was-was.

 

“Saya suka datang ke kebun, meskipun tak ada yang bisa dikerjakan. Memandang tanaman yang mulai tumbuh, itu rasanya senang sekali. Rencananya nanti akan didirikan gubuk di sini untuk tempat istirahat. Sepertinya menyenangkan kalau siang-siang di sela istirahat bisa melihat perkembangan tanaman yang saya tanam,” pungkasnya.