
Lapangan sepak bola Persikara di samping kantor DPRD Kabupaten Kayong Utara tampak ramai. Riuh penonton terdengar dari dari pinggir lapangan berteriak mendukung tim jagoannya. Anak muda, bapak-bapak, ibu-ibu memenuhi pinggir lapangan.
Di belakang kerumunan itu, ada Arifin (42 tahun) yang tengah berjualan es tebu tampak tengah sibuk melayani pelanggan haus usai berteriak mendukung tim jagoannya di bawah terik matahari. Juga pemain yang baru usai bertanding. Tangannya tampak terampil memasukkan batang-batang tebu yang sudah dikikis dengan pisau khusus, lalu digiling ke dalam mesin untuk mengeluarkan airnya. Es batu yang ada di termos dimasukkan ke dalam kemasan, lalu dituangi air tebu. Terakhir, mendarat di tangan pembelinya dan siap membasahi tenggorokan-tenggorokan kering. Tuntas kerja Arifin membantu menyelamatkan kerongkongan yang haus.
Namun itu adalah pekerjaan berulang. Di tengah keramaian ini, Arifin harus melayani ratusan pembeli. Di situasi itu, cukup sulit mencari waktu luang Arifin untuk mengobrol. Belum lagi stok tebu dan es batu yang dibawanya habis. Hingga harus pulang ke rumah sebentar untuk mengambil stok lagi.
“Iya saya mitra UMKM Chainsaw Buyback binaan Mas Agus,” ucap Arifin di awal obrolan yang sering kali terhenti karena melayani pembeli. Mas Agus yang dimaksud Arifin adalah Koordinator Chainsaw Buyback ASRI, salah satu program ASRI yang membantu mantan penebang dalam mengakses mata pencarian yang lebih ramah pada kelestarian hutan.
Arifin bergabung menjadi mitra UMKM sejak 2018 dengan menyerahkan sinso (mesin penebang pohon) miliknya kepada ASRI dan diganti dengan modal dan pendampingan usaha. Sejak itulah dia meninggalkan profesi lamanya sebagai penebang dan beralih menjadi pelaku UMKM yang menjual es tebu.
ASRI menyadari bahwa menebang hutan memberikan banyak dampak buruk bagi kelestarian alam dan kesehatan manusia, dan berkeinginan agar masyarakat tetap bisa sejahtera tanpa menebang. Karenanya, lahir program Chainsaw Buyback yang membantu penebang ini beralih mata pencarian menjadi pelaku UMKM. Modal dan pendampingan usaha yang diberikan oleh ASRI diharapkan menjadi sumber ekonomi yang lebih baik dan lebih aman, serta lebih ramah pada kelestarian hutan.
Arifin adalah satu dari 270 mantan penebang yang telah menyerahkan chainsaw dan beralih menjadi pelaku UMKM. Ia menyampaikan hal-hal baik yang dia rasakan setelah berhenti menebang. Mulai dari rasa aman dari ancaman karena tak perlu ke hutan. Resiko-resiko serangan hewan liar, tertimpa pohon yang ditebang, hingga ditangkap polisi hutan tak perlu lagi dipikirkannya. “Ya lebih enak kerja yang sekarang, karena tak perlu lagi jauh-jauh ke hutan,” ucapnya.
Namun ia pernah dihadapkan pada keraguan apakah pekerjaannya sekarang bisa menjamin hidup keluarga dan pendidikan anaknya. Keraguan itu hadir saat anak pertamanya menyelesaikan jenjang pendidikan SMA pada 2021 lalu dan menyampaikan keinginan untuk melanjutkan ke jenjang selanjutnya. “Saya bilang ke anak, kita belum punya uang,” ucap Arifin.
Namun saat itu istrinya sangat mendukung keinginan anaknya. Oleh sang istri, anaknya disarankan untuk mendaftar dulu, berharap ke depan ada rezeki yang bisa membantu anaknya kuliah. Setelah beberapa waktu berlalu usai obrolan keluarga itu mengenai rencana kuliah anaknya, didapatkan kabar bahwa anaknya diterima di salah satu Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Pontianak.
“Selain ragu, sempat bingung juga waktu itu antara mau bersyukur apa gimana kan. Yang jelas khawatir kalau dari berjualan es tebu ini saya ndak bisa bayarkan kuliah anak,” katanya. Untuk daftar ulang anaknya, Arifin butuh 4,2 juta. Belum termasuk ongkos perjalanan anaknya dari Sukadana ke Pontianak dan keperluan lain saat kuliah.
Namun es tebu membawa berkah untuk keluarganya. Momen itu terjadi bertepatan dengan Idul Adha dan ada dangdutan mengundang penyanyi ibukota. Arifin memutuskan untuk berjualan es tebu di sana.
Arifin turun pagi hari dan pulang saat hari sudah malam. Di kemeriahan dangdutan itu, lebih dari seribu gelas es tebu habis. “Alhamdulillah jualan dari pagi sampai malam, dapat 5 juta lebih. Itulah rezeki buat anak saya kuliah, buat daftar ulangnya. Sebenarnya ndak nyangka bisa dapat segitu sehari. Saya jualan tebu inikan baru berjalan 1 tahun waktu itu, dan belum pernah dapatnya segitu,” ujarnya.
Ayah dari 2 anak yang tinggal di Desa Sutera, Kecamatan Sukadana, Kabupaten Kayong Utara ini mengatakan bahwa berjualan es tebu ini penghasilannya relatif stabil. Di hari biasa, ia berjualan di kawasan wisata Pantai Pulau Datok dan menjual rata-rata 50 gelas es tebu setiap hari. Apalagi saat ada keramaian di sekitar Sukadana yang membuatnya dapat menjual es tebu 20 lipat dari hari-hari biasa.
Arifin kini mensyukuri keputusannya beberapa tahun lalu untuk menyerahkan mesin pemotong pohon miliknya dan berhenti menjadi penebang, lalu menjadi pelaku UMKM. Ia juga mengucapkan terima kasih atas bantuan modal dan pendampingan yang diberikan ASRI kepadanya untuk memulai mata pencaharian baru yang lebih ramah pada kelestarian hutan.
“Terima kasih ASRI telah menukar senso saya dengan modal usaha. Kini saya tidak perlu ke hutan, bisa menghidupi keluarga dan kuliahkan anak dari berjualan es tebu,” pungkasnya.